1.
Pengertian
Penalaran
Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia
yang menghubungkan data/fakta yang ada sehingga memperoleh suatu simpulan. Fakta/data yang akan digunakan dalam
penalaran itu boleh benar atau tidak.
Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut
proposisi. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis. Berdasarkan sejumlah proposisi yang sudah
diketahui, orang lain akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang belum
diketahui sebelumnya. Proses inilah yang
disebut menalar. Kegiatan penalaran
mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah.
Dari proses penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan
penalaran deduktif. Penalaran ilmiah
mencakup kedua proses penalaran itu.
2.
Ciri-ciri
Penalaran
·
Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut
logika( penalaran merupakan suatu proses berpikir logis ).
·
Sifat analitik dari proses berpikir. Analisis pada
hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah
tertentu. Perasaan intuisi merupakan cara berpikir secara analitik.
3.
Bentuk
Penalaran
Bentuk-bentuk penalaran yang sering digunakan
dalam wancana keseharian berupa penalaran asosiatif dan skema dissosiatif.
Penalaran asosiatif berbentuk penalaran yang memasukkan beberapa unsure
penalaran dan mengevaluasi atau mengorganisasikan unsur yang lainnya. Penalaran
dissosiatif merupakan bentuk penalaran yang memisahkan atau mengurai
unsur-unsur penalaran yang semula merupakan satu kesatuan . jenis penalaran
assosiatif tersebut tidaklah mutlak hanya berupa satu jenis penalaran, tetapi
lebih mengarah pada kecenderungan, terutama pada unsur bukti dan pembuktiannya.
4.
Metode
Penalaran
A.
Penalaran
Induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang
memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum
(Smart,1972:64). Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi inderawi
atau empiri. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan
kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan
yang bersifat umum.(Suriasumantri, 1985:46). Inilah alasan eratnya kaitan
antara logika induktif dengan istilah generalisasi.
Jenis –
jenis Penalaran Induktif :
Ø Generalisasi,
yaitu proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan
sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari
gejala serupa.
Contoh:
Orang
Indonesia peramah; Bangsa Jepang adalah pekerja yang ulet; Orang Batak pandai
menyanyi.
Ø Analogi
(Analogi Induktif), yaitu proses penalaran untuk menarik suatu
kesimpulan/inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan
kebenaran gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial yang bersamaan.
Contoh:
Siswa
di Medan berseragam; siswa di Jakarta berseragam; siswa di Papua juga
berseragam. Jadi, dapat dianalogikan bahwa siswa di Semarang juga berseragam.
Ø Hubungan
Sebab-Akibat
Menurut
prinsip umum, semua peristiwa ada penyebabnya. Jangan menarik kesimpulan
(sebab-akibat) yang tidak sah. Misalnya, orang menghubungkan suatu wabah atau
penyakit dengan kutukan dewa atau tempat tertentu yang dianggap keramat.
Hubungan
sebab-akibat antarperistiwa dapat berupa: hubungan sebab ke akibat, akibat ke
sebab, atau akibat ke akibat.
B.
Penalaran
Deduktif
Penalaran
Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang
kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode
ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional,instrumen
dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahuluharus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian dilapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakankata kunci untuk memahami suatu gejala.
Jenis – jenis Penalaran Deduktif :
Ø Silogisme
Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Silogisme kategorial
disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris.
Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden,
simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya Menolak anteseden, simpulannya
juga menolak konsekuen. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan
disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan
disebut premis minor.
Contoh
:
Premis
Mayor : Tidak ada manusia yang abadi
Premis
Minor : Socrates adalah manusia
Kesimpulan
: Socrates tidak abadi
Ø Silogisme
Hipotesis : Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi
konditional hipotesis. Menurut Parera (1991: 131) Silogisme hipotesis terdiri
atas premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Akan tetapi premis mayor
bersifat hipotesis atau pengadaian dengan jika … konklusi tertentu itu terjadi,
maka kondisi yang lain akan menyusul terjadi. Premis minor menyatakan kondisi
pertama terjadi atau tidak terjadi. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme
hipotesis:
Silogisme hipotesis yang premis
minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
Silogisme hipotesis yang premis
minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
Silogisme hipotesis yang premis
minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah
dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul. Politik
pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa, Jadi kegelisahan tidak akan
timbul. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian
konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan,
pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah. Jadi mahasiswa tidak
turun ke jalanan.
Entimen : Silogisme ini jarang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun tulisan. Yang
dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan.
Entimen atau Enthymeme berasal
dari bahasa Yunani “en” artinya di dalam dan “thymos” artinya pikiran adalah
sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian
ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan dalam sebuah entimem, penghilangan
bagian dari argumen karena diasumsikan dalam penggunaan yang lebih luas,
istilah “enthymeme” kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan argumen yang
tidak lengkap dari bentuk selain silogisme.
Menurut Aristoteles yang ditulis
dalam Retorika, sebuah “retorik silogisme” adalah bertujuan untuk pembujukan
yang berdasarkan kemungkinan komunikan berpendapat sedangkan teknik bertujuan
untuk pada demonstrasi. Kata lainnya, entimem merupakan silogisme yang
diperpendek.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thanks for visit my blog ^_^