welcome ....

welcome ....
myFamily

Jumat, 04 Oktober 2013

BAHASA INDONESIA 1 : Tugas 2 (RAGAM BAHASA)

Ragam Bahasa serta Pentingnya Berbahasa yang Baik dan Benar dalam Dunia Sistem Informasi

Ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu sendiri. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot, sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu variasi atau ragam tersendiri.

Berdasarkan pokok pembicaraan :

1.      Ragam bahasa undang-undang
contoh : seperti undang-undang negara dan lain-lain.
2.      Ragam bahasa jurnalistik
contoh : media massa seperti Koran dan majalah.
3.      Ragam bahasa ilmiah
contoh : pembuatan penelelitian karya ilmiah dan skripsi.
      4.       Ragam bahasa sastra
            contoh : seperti kamus, dan lain-lain. 

Ciri-ciri ragam bahasa lisan diantaranya :

a.       Memerlukan kehadiran orang lain. 
b.      Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap. 
c.       Terikat ruang dan waktu. 
d.      Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.  
  

Kelebihan ragam bahasa lisan :

a.       Dapat disesuaikan dengan situasi. 
b.       Faktor  efisiensi. 
c.       Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara. 
d.      Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya. 
e.       Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur. 
f.        Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual dan kognitif. 


Kelemahan ragam bahasa lisan :

a.   Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase           sederhana. 
      b.   Penutur sering mengulangi beberapa kalimat. 
      c.    Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan secara baik. 
     d.      Aturan-aturan bahasa yang dilakukan seringkali menggunakan ragam tidak formal. 
  

Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

a.              Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
b.              Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
c.               Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara atau sikap penulis terhadap pembawa sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat ke formalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam :
1.        Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
2.        Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
3.        Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
4.        Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi. 

Ragam Bahasa menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian

Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah peristilahan/ungkapan khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.

 

Bahasa Baku 

      Bahasa baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya. Bahasa ini digunakan dalam situasi resmi, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Bahasa baku menjalankan empat fungsi, yaitu
(1) fungsi pemersatu.
(2) fungsi penanda kepribadian.
(3) fungsi penambah wibawa.
(4) fungsi sebagai kerangka acuan.
 

Ejaan

      Bahasa jurnalistik harus memperhatikan ejaan yang benar. Kedengarannya mudah, tetapi dalam praktek banyak mengalami kesulitan. Wartawan semestinya memiliki Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Disempurnakan untuk dikonsultasi sewaktu diperlukan.

KESALAHAN-KESALAHAN BAHASA

Kerancuan (Kontaminasi)
Kontaminasi ialah pencampuran dengan tidak sengaja. Pencampuran ini sudah tentu tidak dapat dibenarkan karena membuat kalimat menjadi kacau (rancu). Contoh:
1. “untuk sementara waktu” mestinya “untuk sementara” atau “untuk beberapa waktu” (sementara = sedang, untuk beberapa waktu);
2. “sementara orang” mestinya “beberapa orang”
3. “selain daripada itu” mestinya “selain itu” atau “lain daripada itu”;
4. “dan lain sebagainya” mestinya “dan lain-lain” atau “dan sebagainya”;
5. “berhubung karena” mestinya “berhubung dengan” atau “karena”;
6. “demi untuk” mestinya “demi” saja atau “untuk” saja;
7. “agar supaya” mestinya “agar” saja atau “supaya” saja;

Kata ‘di mana’, ‘hal mana’, ‘yang mana’
Baik dalam bahasa percakapan maupun dalam bahasa tulisan, banyak kita jumpai kalimat relatif yang dihubungkan dengan kata-kata:
di mana; yang mana; hal mana; di atas mana; dari mana; dengan siapa.
Dengan tidak disadari kita terpengaruh oleh struktur bahasa asing. Kalimat-kalimat tersebut ialah kalimat ganti penghubung. Dalam bahasa Belanda kalimat-kalimat tersebut ialah:
wat; welke; waarop; waarcan; met wie.

Contoh:
1. Kantor di mana dia bekerja, tidak jauh dari rumahnya.
2. Keadaan di Mesir sangar gawat, yang mana mengancam tahta Shah.
3. Daerah dari mana beras didatangkan terletak jauh di pedalaman.

Kalimat-kalimat di atas sebenarnya tidak mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia. Kalimat-kalimat itu sebaiknya berbunyi:
1. Kantor tempat dia bekerja tidak jauh dari rumahnya.
2. Keadaan di Mesir sangat gawat, dan mengancam tahta Shah.
3. Daerah yang menghasilkan beras terletak jauh dari pedalaman.

Bentuk Aktif dan Pasif Disatukan

Disiplinkan pikiran supaya tidak mencampuradukkan bentik pasif (di-) dengan bentuk aktif (me-) dalam satu kalimat.
Contoh:
“Karang Taruna GPB Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia, dibuka oleh Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Teras berita ini mesti dipecah dalam dua kalimat:
“Karang Taruna GPB Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia. Rapat kerja itu dibuka Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”


Kata Depan atau Awalan


Sering terjadi wartawan melakukan kesalahan dalam penulisan kalimat “di” dan “ke”. Kesulitan ini biasanya terletak pada kapan harus menulis kedua kalimat itu serangkai dan kapan mesti menulis terpisah dengan kalimat di belakangnya.
Untuk mengatasi kesulitan itu, kita harus dapat membedakan “di dan ke sebagai kalimat depan” dan “di- dan ke- sebagai awalan”. Jika ia berfungsi sebagai kata depan, maka penulisannya terpisah; tetapi jika berfungsi sebagai awalan, maka penulisannya serangkai dengan kata yang menyertainya.

Hiperkorek
Hiperkorek (bahasa Inggris: hypercorrect) berarti “melampaui batas tepat atau benar sehinga menjadi salah”.
Contoh:
1. “Dipakai tenaga akhli Amerika dengan memberikan gajih yang cukup tinggi.” Kalimat akhli harus ditulis ahli dan gajih menjadi gaji.
2. “Di lain fihak, perbedaan tingkat ekonomi yang menyolok itu, juga sering menimbulkan iri hati.” kalimat fihak harus ditulis pihak.
Sumber : 
http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa
http://rianti-ridhamalia.blogspot.com/2013/10/bahasa-indonesia-1-ragam-bahasa_4.html
http://adidarmawan168.blogspot.com/
 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks for visit my blog ^_^